Senin, 09 Mei 2011

KAMPUNG PONDOK RANGON


Pondok Rangon masuk wilayah administrasi kecamatan Cipayung, walikota Jakarta Timur letaknya di bagian tenggara kecamatan Pasar Rebo, dengan batas-batasnya sebagai berikut :
- sebelah utara berbatasan dengan Malko Hankam;
- sebelah selatan berbatasan dengan kelurahan Harjamukti, kecamatan Cimanggis (Bogor);
- sebelah barat berbatasan dengan jalan Jagorawi dan pasar kemah Pramuka, kelurahan Munjul dan jalan Hankam, kelurahan Cilangkap, kecamatan Pasar Rebo;
- sebelah timur berbatasan dengan kali Sunter dan kecamatan Pondok Gede, Bekasi.

Pondok Rangon termasuk dataran rendah yang bersawah-sawah dengan ditumbuhi pohon-pohon. Luas wilayah Pondok Rangon seluruhnya lebih kurang 366,15 Ha, terdiri dari :
a. Tanah pertanian : 179,24 ha;
b. Tanah untuk perumahan dan bangunan : 155 ha;
c. Lain-lain : 31,91 ha.

Dari keseluruhan berita Pondok Rangon 366,15 ha, penggunaan tanah terluas diperuntukan sebagai tanah pertanian dan perikanan yaitu 179,24 ha.

Nama kampung Pondok Rangon bermula dari seorang aki-aki (kakek-kakek) yang berasal dari daerah Pelawat (Krawang). Siapa dan kapan datangnya seorang aki-aki tersebut tidak diketahui dengan pasti. Aki-aki tersebut sebagai kelana yang tidak menentu tujuannya. Pada suatu hari di tengah perjalanan bertemu dengan seorang nenek-nenek. Nama dan asal serta tujuan nenek-nenek tersebut juga tidak diketahui. Akhirnya aki dan nenek tersebut hiduo berkeluarga (suami istri) dengan mendirikan rumah disuatu daerah yang sekarang bernama Pondok Rangon. Rumah kediaman tersebut, bentuk bangunannya berpanggung setinggi lebih kurang 2 meter. Bentuk bangunan rumah yang demikian itu disebut “Rangon”. Lama-kelamaan keluarga tersebut terkenal dengan sebutan “Mbah Santri”. Menurut anggapan masyarakat saat itu “Mbah Santri” adalah orang yang sakti sehingga dapat mencala putra mencala putri (berubah menjadi laki-laki atau perempuan). Sebelum Mbah Santri meninggal ia berpesan supaya kelak nama daerah tersebut dinamakan “Pondok Rangon”. Selain itu juga berpesan bahwa penduduk Pondok rangon setiap satu tahun sekali harus selamatan (nazar) diramaikan oleh berbagai tanggapan (tontonan).

Penduduk asli Pondok Rangon tidak diketahui secara pasti, penduduk tua yang tinggal di daerah itu umumnya dating dari Jawa Barat, tersiri dari orang Sunda, Bogor dan orang Banten. Kemudian datang orang-orang yang berasal dari Padang dan Sumatra Utara. Dari catatan pendapatan penduduk tahun 1979 akhir, jumlah penduduk Pondok Rangon menunjukkan angka 3.247 jiwa. Sedangkan pada angka statistik penduduk akhir Nopember 1980 jumlah penduduknya meningkat menjadi 3.538 jiwa. Maka kenaikan penduduk dalam prosentase pertahunnya sebesar 9%. Disamping tambahan penduduk dari kelahiran juga karena bertambahnya penduduk dari para pendatang.

Kelurahan Pondok Rangon adalah satunya-satunya kelurahan diantara 18 kelurahan yang termasuk kecamatan Cipayung, Jakarta Timur yang penduduknya berbahasa Sunda. Hal ini karena wilayah kelurahan Pondok Rangon letaknya diperbatasan antara wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan kabupaten Bekasi disebelah timur dan kabupaten Bogor disebelah selatan. Nama kampong Pondok Rangon yang masuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta juga disebut “Pondok Rangon Ilir”. Sedang yang disebut Pondok Rangon Udik adalah meliputi kabupaten Bekasi Jawa Barat. Antara Pondok Rangon wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta dibatasi oleh aliran kali Sunter. Selain nama Pondok Rangon yang termasuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta juga ada Pondok Rangon wilayah Jawa Barat. Pondok Rangon Jawa Barat tersebut sudah termasuk kelurahan Harjamukti, kecamatan Cimanggis, kabupaten Bogor. Sejak jaman penjajahan Belanda, penjajahan Jepang, jaman kemerdekaan hingga sekarang kelurahan Pondok Rangon termasuk wilayah DKI Jakarta. Sebelum kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 kampung Pondok Rangon belum disebut kelurahan, karena kepala desanya belum memakai sebutan “Lurah” tetapi cukup disebut “Mandor” dan baru jaman kemerdekaan RI kampung Pondok Rangon merupakan kelurahan dan telah beberapa kali berganti lurah. Ditinjau dari areal yang dimiliki penduduk baik sebagai pemukiman mauoun areal pertanian, mengalami pengurangan. Hal ini karena pemakaian tanah guna proyek-proyek pemerintah atau berkurang karena wilayahnya dimasukkan wilayah Jawa Barat.

Adapun sejarah masuknya wilayah tersebut ke wilayah DKI Jakarta, sekitar tahun 1958 karena adanya sekelompok masyarakat di wilayah RT 003 dan RT 004 yang mengajukan permohohon ke Kabupaten Bogor (Pemda Jawa Barat) supaya wilayah mereka masuk wilayah DKI Jakarta. Adapun sebabnya mereka minta dimasukkan wilayah DKI Jakarta karena Pemerintah DKI Jakarta member pembagian sandang pangan (beras, pakaian dan sebagainya) kepada warganya tetapi Pemda Jawa Barat tidak. Usul mereka dikabulkan dan menjadi warga DKI Jakarta tetapi hanya sampai tahun 1975 yakni dengan kaluarnya SK Gubernur KDKI Jakarta tahun 1975 yang berdasarkan pertimbangan bahwa wilayah RT 003 dan 004 secara administratif dan teknis memang termasuk Pemda Jawa Barat.

Adapun mata pencaharian yang utama penduduk Pondok Rangon ialah bertani. Dalam mengerjakan tanah pertanian ini dibagi menjadi dua bagian yakni :
a. Petani Padi Sawah
Disini para petani menanam padi atau menurut istilah setempat ialah menanam padi air. Akan tetapi sawah-sawah ini dimasukkan kedalam golongan sawah tadah hujan. Karena para petani menanam padi tergantung dating musim hujan. Pada waktu-waktu itulah para petani mengerjakan sawahnya.
b. Petani Padi Darat
Petani menanam pasi dengan cara Tipar (Ceger), yaitu ditanam dipekarangan dekat rumah atau di sawah yang sudah kering. Di Pondok Rangon tanah yang ditanami padi darat selain di pekarangan rumah ada pula yang di pinggir kali seperti kali Sunter. Macam padi darat yang ditanam ialah padi bulu, cerai ketan merah dan ketan putih. Cara menanam padi darat itu lebih sederhana dari pada padi sawah. Tanah darat itu dibersihkan rumputnya kemudian dicangkul dan diratakan. Setelah turun hujan beberapa hari, mulailah petani menyebarkan gabah (padi bibit). Jadi tidak perlu lagi disebar di persemaian. Penanaman padi darat di pekarangan padi umumnya diselingi pohon buah-buahan, kelapa dan sebagainya. Areal padi darat ini dapat diperluas dengan membuat/membuka tanah baru bekas rumpun-rumpun bambu yang sudah mengering lalu dibakar dan kemudian dicangkul dan ditanami pada darat. Padi darat ini tidak memerlukan air, cukup asal tanah itu basah dan dipupuk dengan kotoran binatang (pupuk kandang).

Baik hasil padi air maupun padi darat para petani hanya menghasilkan padi setahun sekali. Disamping mata pencaharian menanam padi, para petani menghasilkan buah-buahan seperti rambutan, pepaya, pisang, durian, mangga, kelapa dan singkong.
Sayuran ditanam sebagai tanaman sisipan pada tanaman padi darat. Sayuran ditanam sebagai tanaman sisipan pada tanaman padi darat. Sayuran yang ditanam antara lain terong, tomat, kacang panjang, bayam, timun dan sebagainya. Buah-buahan yang mereka hasilkan dijual sendiri ke pasar, seperti Pasar Kramat jati, Cibubur, Pasar Induk, Pasar Jatinegara, kadang-kadang ke Pasar Senen dan Palmerah.

Di bidang peternakan para petani juga memelihara ayam kampong, kerbau untuk membajak sawah, kambing kampong dan sebagian kecil memelihara bebek. Selain itu juga memelihara ikan air tawar. Mereka membuat petak-petak sawah untuk dijadikan kolam-kolam ikan (empang). Bibit ikan itu mereka datangkan dari Bogor dan ikan yang mereka pelihara antara lain tawes, gurame, mujaer, lele dan lain sebagainya.

Untuk menambah penghasilan mereka membuka warung minuman di depan rumahnya atau menerima jahitan. Adapun usaha dibidang kerajinan tangan, di daerah Pondok Rangon hanya ada beberapa saja, seperti kerajinan menganyam tikar pandan dan membuat pengki dari bambu yang diambil dari kebun mereka. Masalah perubahan sosial belum besar pengaruhnya terhadap kehidupan penduduk Pondok Rangon, karena penduduk Pondok Rangon sebagian besar mata pencaharian pokoknya bertani. Penjualan tanah pertanian mereka hanya dilakukan sewaktu-waktu saja. Mereka kebanyakan masih mempertahankan tanah miliknya. Sehingga lapangan pekerjaan pun belum begitu sulit bagi penduduk Pondok Rangon. Memang sekarang ini sudah mulai alih pekerjaan bagi penduduk Pondok Rangon seperti menjadi pegawai negeri, buruh, dagang dan sebagainya. Pengaruh yang jelas nyata di Pondok Rangon ialah mengenai harga tanah.

Beberapa tradisi yang dikenal masyarakat Pondok Rangon dapat dikemukakan disini seperti adat menetap sesudah perkawinan, upacara-upacara dalam lingkaran kehidupan dan sebagainya. Biasanya pola pengelompokkan tempat tinggal berdasarkan kelompok kerabat, sehingga pola ini sering disebut “Neolokal”. Pembangunan rumah masih mengikuti pola bagan rumah lama, seperti membangun rumah kolong. Pada dasarnya rumah teriri dari tiga bagian penting, yaitu serambi depan, bagian dalam, dan bagian belakang serambi depan dengan balai-balai bambu untuk menerima tamu dan pada saat sekarang ruangan ini telah diberi meja dan kursi. Bagian dalam merupakan kamar tidur bagi anggota keluarga, sedangkan bagian belakang merupakan dapur.

Adapun tradisi lainnya yang dikenal di daerah ini antara lain :
Upacara kekeban (nujuh bulan)
Dilakukan terhadap calon ibu yang hamil tujuh bulan pertama kali mengandung. Kebiasaan pada waktu dulu calon ibu dimandikan dengan air kembang yang diberi mantera-mantera untuk menolak roh-roh jahat oleh dukun beranak (paraji). Kemudian diadakan selamatan dengan membagikan makanan yang berupa bubur cendol kepada para tetangga dan paraji (dukun beranak).

Setelah si bayi lahir
Biasanya diadakan selamatan untuk mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu ditempat-tempat atau pohon tertentu yang dianggap angker diberi sesajen yang disebut “ancak”.

Upacara 40 hari
Dilakukan upacara selamatan yang disebut upacara “bebersih” disertai pemberian nama pada waktu si bayi berumur 40 hari. Selamatan bebersih ini maksudnya untuk saling memaafkan dari pihak keluarga yang melahirkan, terutama wanita yang melahirkan, kepada dukun beranak (paraji) yang telah menolong waktu melahirkan dan merawatnya sampai 40 hari. Sebagai penghormatan, paraji disuruh memberikan nama kepada bayi tersebut.
Sesudah itu ada upacara yang disebut upacara nginjakan tanah. Dalam upacara nginjak tanah di Pondok Rangon, si anak tidak diturunkan ke tanah, tetapi oleh ibunya ditaruh di atas kain ayunan (gendongan) yang terletak di serambi muka rumah (teras).
Masa untuk disunat (inisiasi) bagi anak laki-laki sekitar umur 6 sampai 8 tahun atau lebih bila si anak tersebut mentalnya belum kuat untuk disunat. Tetapi bagi anak waita biasanya sejak bayi sudah disunat atau kira-kira 1 sampai 2 tahun.

Penduduk kelurahan Pondok Rangon setahun sekali mengdakan upacara selamatan “Hajat Bumi” tujuannya untuk minta keselamatan. Upacara hajat bumi biasanya diadakan pada tanggal pertengahan bulan haji (Zulhijah) dan memilih hari Jumat diawali dengan selamatan khusus penduduk Pondok Rangon di makam kramat Ganceng pada hari Kamis malam Jumat. Siang harinya setelah selesai sholat Jumat di makam kramat Ganceng diselenggarakan upacara selamatan yang sifatnya secara umum (mungkin didatangi oleh penduduk dari luar Pondok Rangon). Masyarakat membawa sajian-sajian yang berupa nasi kuning, nasi uduk, ketupat dan lainnya. Diadakan pembacaan doa yang dipimpin oleh seorang ulama, kemudian makanan yang tersedia dibagikan dengan cara rebutan yang disebut “baritan”.

Selanjutnya hari Jumat siang hingga malam harinya dipgelarkan bermacam-macam hiburan, seperti wayang golek, tanjidor dan lain-lain. Dari pukul 09.00 sampai pukul 17.00 bahkan sampai malam di sekitar kelurahan selain diadakan panggung hiburan, juga diadakan bazar yang memperjualbelikan bermacam ragam makanan, sayuran, ikan basah dari empang dan lain-lain.

Upacara Hajat Bumi tersebut diadakan secara turun temurun dari dahulu sampai sekarang. Hal tersebut tanpa adanya suatu perintah dari kelurahan, tetapi atas dasar kemauan dari masyarakat sendiri dengan biaya swadaya warga. Karena ramainya pengunjung maka dari tahun ke tahun upacara Hajat Bumi tersebut selalu dinanti-nantikan penduduk bagaikan menantikan datangnya hari lebaran. Sampai-sampai yang berjualan di arena bazar tersebut juga berdatangan dari luar daerah Pondok Rangon dengan harapan jualannya akan laku habis oleh pengunjung.

Masyarakat Pondok Rangon sebagian besar terpengaruh kebudayaan Sunda, hal ini jelas dari bahasa yang dipakai untuk komunikasi yaitu Sunda-Betawi, begitu pula mengenai rumah tradisional, cara bersawah dan keseniannya. Adapun mengenai kesenian wayang golek, topeng Cisalak, wayang kulit Betawi dan kliningan yang telah berkulturasi dengan kesenian setempat. Pengaruh kesenian Sunda pun terlihat pada upacara atau selamatan perkawinan, sunatan, keramaian lainnya.
Referensi: Kampung Tua di Jakarta, Dinas Museum dan Sejarah, 1993.
Sumber: Diskominfomas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar